Suka Sedih Menjadi Ketua Kpps Pemilu Tersulit Di Dunia


Jakarta - Menjadi Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di pemilu tahun ini yaitu pengalaman pertama bagi saya. Dan, jabatan ini pun tidak sanggup saya hindari alasannya yaitu saya menyandang status sebagai Ketua RT di kompleks saya tinggal, sehingga suka tidak saya suka harus mendapatkan amanah tersebut.

Pertama kali menerima mandat sebagai Ketua KPPS dari Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur yang ada di benak saya yaitu kesempatan untuk sanggup berkontribusi bagi negara dalam mengamankan dan mensukseskan pesta demokrasi lima tahunan. Setelah menerima mandat itu, yang saya lakukan yaitu segera menyusun anggota KPPS yang terdiri dari 7 anggota termasuk saya. Dan, alhamdulillah saya mendapatkan beberapa warga yang memang ingin berkontribusi dalam hajatan nasional ini, sehingga dalam waktu tidak usang terbentuk susunanKPPS sebanyak 7 orang sesuai amanat peraturan yang ada.

Pada awal bekerja sebagai KPPS kami masih optimistis dengan penyelenggaraan pemilu tahun ini yang untuk pertama kalinya dilakukan secara serentak antara pemilihan presiden-wakil presiden dan anggota legislatif. Apalagi ditunjang anggaran negara yangg tidak sedikit dan waktu persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga tidak sebentar, maka saya optimistis pelaksanaan pemilu tahun ini walaupun dilakukan secara serentak akan berjalan dengan lancar.

Keraguan

Dengan niat ingin berkontribusi dalam kegiatan nasional ajang pesta demokrasi lima tahunan kami antusias mempersiapkan pesta demokrasi ini. Keraguan akan efektifnya proses pemilihan ini gres terpikir di benak kami ketika kami mengikuti bimbingan teknis sebagai penyelenggara pemilu oleh KPU. Di mana setiap KPPS harus menciptakan laporan penghitungan bunyi yang berdasarkan saya terlalu rumit dan cukup menyulitkan para petugas KPPS.

Saya yang tinggal di Jakarta dan alhamdulillah diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang cukup saja melihat laporan perhitungan bunyi yang harus dibentuk petugas KPPS pascaproses perhitungan bunyi sangat rumit dan tidak sederhana. Tidak kebayang bagaimana penyelenggaraan di kampung bila petugas KPPS harus menciptakan laporan serumit itu, padahal untuk penyelenggaraan pemilihan yang dimulai dari persiapan hingga penyelenggaraan saja sudah menyita energi petugas KPPS yang tidak sedikit, ditambah harus mengisi form rekap perhitungan bunyi yang sangat rumit.

Saat mendapatkan bimbingan teknis dari KPU, yang pertama terpikir di benak saya yaitu tugas KPPS akan sangat berat dengan tanggung jawab yang tinggi dan cukup melelahkan dan khawatir mengurangi validitas dan akurasi hasil pemilu ini.

Dan, tibalah drama pemilihan umum ini dimulai dari H-1 atau sehari sebelum hari pencoblosan. Pada malam menjelang pencoblosan, dalam rangka antisipasi efektivitas kiprah ketika hari pencoblosan, kami meminta logistik pemilu (kotak bunyi dan perlengkapan lainnya) sanggup didapatkan malam itu semoga sanggup kami persiapkan sebelumnya, sehingga ketika hari pencoblosan semuanya sudah dalam posisi siap dan sanggup memulai pencoblosan sempurna jam 7 teng sesuai amanat Peraturan KPU.

Namun alasannya yaitu kehati-hatian level maksimal dari pihak RW, kami tidak diizinkan mengambil logistik pada malam menjelang pencoblosan, tapi diminta untuk mengambilnya pagi sebelum pencoblosan, sekitar jam 05.30 di kantor RW. Kami cukup memahami kekhawatiran dan kehati-hatian pihak RW alasannya yaitu pemilu tahun ini suasana batinnya -- tidak menyerupai pemilu-pemilu sebelumnya-- mengharuskan kita sebagai penyelenggara pemilu lebih hati-hati.

Akhirnya pada malam pencoblosan kami persiapkan segala hal yang bersifat fisik demi kenyamanan bagi pemilih dan lancarnya proses pencoblosan keesokan harinya. Malam itu kami tuntaskan untuk pemasangan tenda, atur lay out meja-kursi sesuai yang ada pada buku panduan KPPS, termasuk mendapatkan mandat para saksi partai politik. Malam itu kami persiapkan semua untuk kebutuhan pencoblosan hingga sekitar pukul 00.30 dinihari.

Pada hari H-nya pagi pagi ba'da subuh kami berangkat ke sekretariat RW untuk mengambil logistik pemilu (kotak bunyi dan isinya) dan alhamdulillah dengan kolaborasi antaranggota KPPS yang berjumlah 7 orang kami sanggup mempersiapkan dengan baik, sehingga proses pemilihan umum sanggup kita mulai jam 7.00 teng dengan ditandai sumpah oleh anggota KPPS. Setelah melaksanakan sumpah sebagai anggota KPPS kami mulai membuka kotak bunyi yang tersegel untuk menghitung jumlah kotak bunyi yang didapatkan dari KPU. Kita cocokkan jumlah bunyi dengan jumlah DPT, DPT Tambahan (DPTb), dan pemilih khusus (DPK).

Di sinilah mulai muncul kekhawatiran kami, alasannya yaitu jumlah bunyi sama persis dengan jumlah DPT tanpa mempertimbangkan jumlah DPTb dan DPK. Sehingga bila semua pemilih yang terdaftar di DPT melaksanakan pemilihan dan ada aksesori pemilih baik yang memakai form A5 maupun yang bermodalkan e-KTP, maka jumlah bunyi tidak akan mencukupi, yang berarti ada pemilih yang tidak dikasih kesempatan untuk memilih. Padahal dalam alam demokrasi ketika ini kita dilarang mengabaikan satu bunyi pun.

Akhirnya kami berharap tidak semua pemilih memakai hak pilihnya, sehingga tidak akan kekurangan kertas suara. Ini doa yang tidak baik yang pernah saya panjatkan demi untuk menenangkan hati kami sebagai petugas KPPS yang berharap proses pemilihan umum di TPS kami berjalan tertib, lancar, aman, dan tidak ada pemilih yang komplain.

Alhamdulillah proses pencoblosan yang berlangsung dari pukul 07.00 hingga dengan 13.00 berjalan dengan lancar dan kondusif terkendali. Drama berikutnya yaitu ketika perhitungan bunyi di mana dari semua kertas bunyi yang menentukan capres-wapres dinyatakan sah semua, sedang untuk pemilihan caleg dan DPD banyak yang tidak sah. Tidak sahnya ini bukan alasannya yaitu ketidaksengajaan, tapi saya pikir alasannya yaitu kesengajaan, menyerupai coblos lebih dari satu partai atau anggota DPD. Hal ini mengatakan bahwa para pemilih lebih peduli pada pemilihan presiden-wapres dibanding pemilihan caleg (parpol) atau DPD. Mudah-mudahan hal ini bukan berarti rakyat udah alergi dengan partai politik. Fenomena ini juga sanggup menjadi materi review bagi kita apakah sudah sempurna kita laksanakan pemilihan serentak antara capres-aawapres dengan caleg?

Drama paling menegangkan berikutnya yaitu ketika memindahkan hasil perhitungan bunyi ke dalam formulir model C1 yang sudah disediakan KPU. Formulir model C1 yaitu akta hasil penghitungan suara, yang terbagi untuk presiden dan wakil presiden, dewan perwakilan rakyat RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Yang menyulitkan bagi kami bukan cuma banyaknya form yang harus diisi dan dilengkapi tanda tangan semua anggota KPPS, namun sangat rumitnya tabel yang harus diisi. Saking rumitnya pembuatan laporan perhitungan bunyi ini, kami gres menuntaskan laporan yang siap untuk dikirim ke PPK di Kecamatan pada pukul 01.00 dinihari.

Pada pukul 01.00 itu juga kami bawa kotak bunyi yang sudah tersegel yang berisi kertas bunyi dan formulir C1 ke PPK yang berjarak sekitar 10 km dari TPS kami. Pada pukul 01.30 kami hingga sekitar lokasi PPK dan tidak disangka sekitar 1 km dari lokasi PPK sudah ramai dan macet oleh para petugas KPPS yang berbondong-bondong dengan membawa kotak bunyi menuju satu titik yang sama yakni PPK untuk menyerahkan kotak bunyi dan hasil perhitungan suara. Suasana dinihari, tapi terasa siang hari dengan ramainya orang berbondong-bondong mau menyerahkan kotak bunyi dan dokumen laporan perhitungan suara.

Perasaan saya makin gundah sesudah melihat antrean para Ketua KPPS yang akan menyerahkan kotak bunyi dan hasil perhitungan bunyi yang mengular, padahal jam mengatakan pukul 01.45 yang harusnya yaitu waktu paling nyaman untuk menikmati tidur malam, apalagi tubuh terasa remuk redam sesudah mengamankan proses pesta demokrasi ini. Yang terbersit dalam otak saya ketika itu yaitu kenapa beban jadi Petugas KPPS sangat berat sekali yang akan menciptakan para petugas KPPS kapok untuk jadi anggota KPPS lagi pada masa mendatang. Padahal pesta demokrasi ini mestinya sanggup dinikmati oleh semua warga termasuk yang mendedikasikan diri menjadi anggota KPPS.

Tepat pukul 02.15 giliran kami serah terima kotak bunyi dan formulir C1 ke petugas PPK. Ketua KPPS sebelum giliran kami diminta untuk memperbaiki kembali alasannya yaitu ada kesalahan isi formulir C1 dan sang ketua KPPS yang diminta untuk memperbaiki formulir C1 terlihat sangat kecewa hingga memohon petugas PPK untuk mendapatkan formulir C1 yang sudah dibuat. Terlihat wajah kelelahan sang ketua KPPS dan terbayang betapa sulitnya untuk memperbaiki lagi mengingat fisik dan pikiran sudah sangat lelah, apalagi mungkin anggota KPPS yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing.

Saya berdoa semoga nasib Ketua KPPS yang sanggup giliran sebelum saya tidak menimpa pada diri saya alasannya yaitu tubuh saya pun udah sangat lelah dan niscaya IQ saya ketika itu sedang berada pada level minimal, sehingga otak susah diajak untuk bekerja sama lagi. Dan, tibalah saatnya petugas PPK menyidik semua dokumen yang kami serahkan dan alhamdulillah dalam waktu kurang 5 menit sesudah menyidik dokumen TPS kami, sang petugas PPK menyatakan dokumen kami lengkap dan kami diminta paraf tanda terima. Para Ketua KPPS yang ada di belakang kami melihat dokumen kami dalam waktu kurang 5 menit dinyatakan lengkap pribadi pada berteriak, "Mantaaabs!"

Momen menunggu dokumen dinyatakan lengkap lebih dag dig dug dibanding ketika penghulu menyatakan pernikahan yang kami ucapkan ketika pernikahan dinyatakan sah. Sampai di sini saya masih berpikir, kenapa rumit sekali sistem pemilihan umum di negeri kita.

Setelah dokumen kami dinyatakan lengkap dan sudah diserahkan ke PPK, maka tuntaslah kiprah kami sebagai KPPS dari mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan hasil perhitungan bunyi di TPS kami, dan legalah kami sanggup berkontribusi untuk kegiatan nasional dengan segala dinamikanya. Kelelahan fisik dan pikiran terbalas dengan tuntasnya kiprah negara ini, dan berharap pemilihan umum yang dilaksanakan sanggup menghasilkan pemimpin bangsa dan anggota legislatif yang amanah dan istikamah untuk membawa negeri ini menjadi negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Ternoda

Namun rupanya keinginan saya semoga pemilu ini sanggup membawa bangsa ini menjadi lebih baik agak ternoda dengan informasi terjadinya banyak sekali kecurangan dalam pelaksanaan pemilu oleh oknum. Dan, kami sebagai petugas KPPS yang telah berusaha melaksanakan proses pemilu senetral dan semaksimal mungkin walaupun dengan banyak sekali keterbatasan dan sistem yang yang ada sangat kecewa dengan adanya oknum yang melaksanakan kecurangan dalam proses pemilu ini.

Yang lebih menyesakkan hati ini dalam tiga hari pasca pemilihan umum kita dipenuhi isu banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia akhir kelelahan ketika bertugas, bahkan ada yang bunuh diri akhir stres. Berdasarkan pengalaman saya menjadi Ketua KPPS dalam pemilihan umum tahun ini, maka tidak kaget adanya isu petugas KPPS yang meninggal dunia bahkan bunuh diri. Karena memang sistem pemilu kita sangat melelahkan bagi penyelenggara khususnya bagi KPPS yang berada di tataran operasional. Ini yang harus menjadi pelajaran bersama bagi kita untuk memperbaiki sistem pemilihan umum pada masa mendatang.

Terlepas dari siapapun yang menjadi pemenang dalam pesta demokrasi ini, ada hal yang paling mendesak yang perlu kita pikirkan bersama. Kita harus melaksanakan perubahan sistem pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia secara mendasar dan komprehensif. Sistem pelaksanaan pemilu ketika ini yang masih sangat manual dan sangat rumit menciptakan sulit para petugas penyelenggara pemilu (KPPS). Baru kali ini dalam pelaksanaan pemilu yang banyak menjadi korban (meninggal atau bunuh diri) bukan pendukung calon yang kalah, namun malah Petugas KPPS yang harusnya kita apresiasi alasannya yaitu jasanya mensukseskan pesta demokrasi --bukan malah menjadi korban dari pesta demokrasi ini.

Semoga pasca pelaksanaan pemilu yang terumit di dunia ini KPU dan institusi terkait sanggup melaksanakan penilaian dan menghasilkan terobosan untuk perubahan sistem pemilu yang lebih sederhana namun berintegritas, sehingga para petugas KPPS tidak kapok pada masa mendatang. Sentuhan digitalisasi dalam penyelenggaraan pemilu harus sudah mulai kita pikirkan, sehingga kita sanggup melaksanakan pemilu dengan efektif, transparan, profesional, berintegritas, serta membahagiakan semua pihak baik pemilih maupun penyelenggara, khususnya bagi KPPS yang ada di tataran operasional.

Yang niscaya para pihak yang berwenang di negeri ini harus melaksanakan penilaian atas penyelenggaraan pemilu tahun ini secara komprehensif semoga pelaksanaan pemilu mendatang lebih efektif dan profesional. Mari kita berubah untuk yang lebih baik.

Aziz Sidqi Ketua TPS 26 Kelurahan Jatinegara

Belum ada Komentar untuk "Suka Sedih Menjadi Ketua Kpps Pemilu Tersulit Di Dunia"

Posting Komentar

APK NONTON BARENG
FILM TERBARU
APK NONTON BARENG
FILM TERBARU
APK NONTON BARENG
FILM TERBARU
APK NONTON BARENG
FILM TERBARU